Sekolah Inklusi Bertambah, Pendidikan ABK Diharapkan Diakomodir dengan Baik

Jumlah sekolah inklusi di NTB bertambah. Dengan begitu diharapkan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersekolah di sekolah reguler dapat diakomodir dengan baik.

Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus-Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Hj. Eva Sofia Sari, S.Pd., M.Pd., pada Selasa, 19 Januari 2021 menyampaikan, menurut data awal sekolah inklusi di NTB yang ditangani pemerintah Provinsi NTB sebanyak 24 sekolah, dengan rincian 13 SMA dan 11 SMK. Saat ini ada tambahan tiga SMA sebagai sekolah inklusi yaitu SMAN 1 Mataram, SMAN 9 Mataram, dan SMAN 11 Mataram.

Eva berharap, dengan adanya tambahan sekolah inklusi itu pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah reguler dapat diakomodir dengan baik. “Tidak ada diskriminasi bagi mereka. Karena pada hakikatnya semua anak usia sekolah berhak mendapat layanan pendidikan yang baik dan membanggakan,” ujarnya.

Sebelumnya, ia menyampaikan, implementasi pendidikan inklusif dengan membuka sekolah inklusi di daerah sulit dilaksanakan dengan maksimal. Pasalnya tenaga pendidik di bidang Pendidikan Luar Biasa (PLB) masih sangat kurang. Namun, pemerintah terus berupaya membuka sekolah inklusi.

Menurutnya, tantangan yang dihadapi untuk membuka sekolah inklusi adalah kurangnya tenaga pendidikan di bidang PLB. Namun, dengan adanya lokakarya untuk pembekalan dengan narasumber yang dipercaya, diyakini akan mampu menambah ilmu bagi tenaga pengajar di sekolah inklusi.

Untuk diketahui, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Kepala SMAN 1 Mataram, Kun Andrasto, S.Pd., mengatakan pihaknya akan melaksanakan pendidikan inklusif. Menurutnya, undang-undang mengatur tentang pendidikan inklusif di sekolah. Diakuinya, tidak semua guru dan orang tua siswa maupun siswa memahami hal itu. “Oleh karena itu perlu sosialisasi, pelatihan terhadap guru, dan perlu guru khusus yang bisa membantu program tersebut,” ujarnya.

Sumber ( Suara NTB , 21/01/2021)