Museum NTB Gelar Diskusi Pemetaan Segmen Pasar Museum
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan koleksi, Museum Negeri NTB, menggelar diskusi, dengan mengambil tema utama “Marketing Pemetaan Segmen Pasar Museum”, yang berlangsung di Ruang Auditorium Museum NTB, Kamis (30/9).
Kegiatan diskusi selain diikuti staf dan pegawai Museum NTB, juga mengundang para akademisi, baik itu dosen, kepala sekolah, guru, mahasiswa, dengan menghadirkan narasumber Seniman dan Budayawan NTB, HL Agus Fathurrahman, serta Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Abdurrosidin, M.Pd.
“Kegiatan diskusi ini penting, selain untuk pengelolaan koleksi, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada para pengunjung Museum NTB. Karena itu, pemetaan pasar siapa yang menjadi pengunjung Museum NTB harus dimiliki dan dikuasai. Sehingga pelayanan yang kami lakukan juga bisa maksimal,” kata Kepala Museum NTB, Bunyamin, S.S. M.Hum, kepada Radar Lombok disela kegiatan.
Disampaikan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, bahwa Museum merupakan lembaga yang berfungsi untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
“Ada tiga hal mengapa pengunjung mau datang ke Museum NTB, yaitu untuk keperluan pendidikan (sejarah), riset atau penelitian, dan berwisata. Dari tiga tujuan pengunjung ini, maka sangat penting diketahui apa yang menjadi kebutuhannya. Sehingga layanan yang kita suguhkan juga akan memuaskan para pengunjung Museum NTB,” jelas Bunyamin.
Hanya saja, lanjut Bunyamin, dari berbagai survei yang digelar, termasuk yang dialami oleh Museum NTB sendiri, pengunjung Museum masih rendah. “Karena itu, melalui kegiatan diskusi ini kami ingin mendapatkan masukan atau rekomendasi dari para narasumber maupun peserta, untuk bisa kami terapkan di Museum NTB,” harap Bunyamin.
Sementara Seniman dan Budayawan NTB, HL Agus Fathurrahman, dalam paparannya menyampaikan kalau selama ini citra Museum NTB masih dipandang sebagai tempat untuk merawat dan menyimpan koleksi benda-benda bersejarah saja.
“Masyarakat kita, selama ini masih memandang Museum NTB sebagai tempat yang membosankan, angker atau menyeramkan, dan sebagai gudang benda-benda sejarah saja. Padahal sejatinya Museum NTB itu juga sebagai lembaga untuk melayani masyarakat,” ujar Agus.
Citra buruk ini timbul dan tetap melekat, karena pihak pengelola Museum sendiri masih terjebak dalam konsep Museum yang umum, yakni lembaganya cuma berfungsi untuk merawat dan menyimpan benda-benda koleksi saja.
“Salah satu solusinya, selain Museum NTB harus mengetahui, menguasai, dan memetakan siapa saja segmen pasarnya. Maka Birokrat yang bekerja di Museum NTB juga harus memiliki jiwa kewirausahaan, atau Birokrat Preneur,” tutur Agus.
Kalau selama ini pelayanan yang diberikan Museum NTB kepada publik masih sebatas pameran koleksi, dimana pengunjung diarahkan untuk tur secara mandiri, dengan hanya melihat koleksi yang terpajang, membaca informasi yang terpajang disamping atau bawah koleksi. Maka konsep Museum yang seperti ini jelas menciptakan pengalaman berkunjung yang membosankan dan tanpa makna.
“Birokrat atau pengelola Museum NTB dalam bekerja itu terikat dengan sistem yang sudah baku dan standar. Sehingga kesan yang tampak seperti dikomandoi oleh mesin. Kalau birokrat tidak berinovasi dan berkreasi, lantas apa bedanya birokrat dengan robot?” tandas Agus.
Karena itu, mengapa pihaknya dalam diskusi kali ini menawarkan konsep Birokrat Preneur, untuk menumbuhkan minat masyarakat mau berkunjung ke Museum NTB. Caranya, identifikasi atau petakan pengunjung, apakah mereka itu berkunjung untuk keperluan pendidikan, riset, atau berwisata.
“Setelah segmen pasar diketahui, maka selanjutnya pengelola Museum NTB harus bisa memahami apa keinginan masing-masing pengunjung, dan menyiapkan kebutuhannya. Tentu ini membutuhkan SDM (sumber daya manusia) yang terlatih. Sehingga peningkatan kapasitas dan kualitas SDM Museum NTB juga sangat penting,” tegas Agus.
Sumber (RadarLombok, 01/10/2021)
#ntbsehat&cerdas