Pengembangan SMK Diharapkan Lebih Baik Dengan Kehadiran Pabrik Di Daerah

Kehadiran pabrik di daerah seperti pabrik pengolahan porang di Sekotong, Lombok Barat jadi peluang bagi pengembangan pendidikan vokasi, khususnya SMK di NTB. SMK bisa bermitra dengan pabrik yang ada di daerah.

Kepala Bidang Pembinaan SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Muhamad Khairul Ihwan, MT., mengatakan, pabrik apapun itu selalu dibutuhkan oleh SMK NTB. Kehadiran pabrik bisa sebagai mitra pemagangan guru, tempat magang siswa olahan pertanian, siswa permesinan, siswa perkantoran, tempat wisata belajar, atau tempat meminta guru tamu.

“Sampai pada kemitraan pabrikasi di mana sebagian kecil aktivitas industrial perusahaan melibatkan SMK kita dalam operasionalnya dan SMK kita bisa masuk dalam rantai pasok sistem industri mereka,” jelas Ihwan.

Dengan adanya pabrik porang di Lombok memudahkan terjadi aktivitas berkelanjutan antara SMK di NTB dan Industri. “Itulah salah satu alasan kita kenapa SMK kita dorong menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),” ujarnya.

Pabrik Pengolahan Porang PT Rezka Nayatama yang berlokasi di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, diresmikan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah pada Rabu, 26 Juli 2023. Mesin di pabrik ini mampu menyerap sebanyak 483 ton umbi porang setiap bulannya sebagai bahan produksi.

Di samping itu, sebanyak 34 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di NTB ditetapkan sebagai pengelola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Hasil praktik siswa di SMK BLUD itu ditargetkan bisa masuk dalam sistem rantai produksi industri.

“Salah satu target kami, hasil praktik siswa agar bisa masuk dalam sistem rantai pasok industri, sehingga hasil praktik anak-anak SMK tidak sia-sia,” harap Ihwan.

Ihwan menjelaskan, dengan mekanisme BLUD, hasil praktik SMK bisa dijual sebagai bagian dari rantai pasok komponen industri, atau menjadi bagian dari aktivitas industri. “Makanya kami ketat sekali kawal sampai BLUD ini beroperasional dengan lancar,” ujarnya.

BLUD dianggap memudahkan tata kelola di SMK. Menurutnya, konsekuensi dari sistem pembalajaran berbasis produk atau dikenal dengan istilah teaching factory itu adalah ada hasil pembelajaran berupa produk atau jasa.

“Di satu sisi, aktivitas praktik itu harus sering dapat pengulangan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Jika mengandalkan dana sekolah, paling banter siswa praktik beberapa kali saja,” ujarnya.

Nantinya ketika SMK sudah menjadi BLUD, produk di SMK bisa dijual dengan pola kemitraan dengan IKM atau sekolah menyuplai ke IKM, maka akan bisa diwujudkan praktik berulang oleh siswa. Jika mesin praktikum rusak, maka tidak serta merta ada dana untuk memperbaikinya sehingga BLUD menjadi pilihan yang tepat. (ron)

Sumber : www.suarantb.com